Global Warming: Fakta, Perubahan Iklim Dan Efek Rumah Kaca - Tidak ada isu yang lebih global
daripada pemanasan global: setiap orang di Bumi berbagi atmosfer yang sama. Ada
tujuh fakta yang hampir tidak terbantahkan tentang pemanasan global: (1) Bumi
sedang memanas—sekitar 1 derajat Fahrenheit (0,6 derajat Celcius) pada akhir
abad lalu; (2) bahkan perubahan yang kecil saja pada temperatur dapat mempunyai
efek yang besar; (3) tingkat pemanasan ini belum pernah terjadi, bahkan selama
jutaan tahun; (4) ketinggian air laut meningkat—empat sampai delapan inci
(sepuluh sampai dua puluh sentimeter) pada akhir abad lalu; (5) perubahan kecil
pada ketinggian air laut menghasilkan efek yang besar—misalnya, satu meter
kenaikan dapat membanjiri area rendah di seluruh dunia, dari Florida hingga
Bangladesh; (6) telah terjadi peningkatan yang sangat besar dari gas-gas yang
menimbulkan efek rumah kaca di atmosfer kita, pada tingkat yang diperkirakan
tertinggi selama 20 juta tahun dan telah meningkat dengan kecepatan tinggi
selama paling tidak 20.000 tahun belakangan ini; dan (7) sangat mungkin
kecepatan kenaikan suhu dapat meningkat, dengan sedikit peningkatan konsentrasi
gas-gas rumahkaca mengakibatkan perubahan yang lebih besar pada cuaca
dibandingkan pada tahun-tahun belakangan ini.’
Semua ilmuwan sepakat bahwa gas-gas efek rumah kaca telah
berkontribusi pada pemanasan global dan peningkatan ketinggian air laut, dan
mereka percaya bahwa kebanyakan adalah hasil aktivitas manusia (80% dari bahan
bakar minyak, 20% dari penggundulan hutan). Banyak ilmuwan juga percaya bahwa
terjadi pemanasan yang lebih signifikan lagi—antara 2,5 hingga 10,4 derajat
Fahrenheit (1,4 hingga 5,8 derajat Celcius) pada akhir abad ini, dan
peningkatan ketinggian air laut dari delapan puluh sentimeter hingga satu
meter. Para ahli mengatakan akan terjadi lebih banyak dampak kemarau dan
banjir, angin siklon dan badai, dan iklim fundamental di Eropa berubah secara
drastis, karena Gulf Stream atau arus teluk—yang merupakan gelombang panas di
pesisir timur Amerika Utara yang saat ini memengaruhinya—berubah arah.
Sebagian Bangladesh adalah delta yang berada di tempat yang
rendah, yang sangat cocok untuk menanam padi tetapi mudah dipengaruhi oleh
perubahan kecil ketinggian air laut, dan sering dipengaruhi oleh badai yang
merusak dan membahayakan. Jika badai-badai tersebut menjadi lebih sering
terjadi sebagai akibat dari pemanasan global, maka kematian meningkat.
Peningkatan ketinggian air laut akan menyebabkan sepertiga dari negara
tersebut—dan setengah dari lahan untuk menanam padi—tenggelam, dan 145 juta
warga Bangladesh menjadi lebih sengsara daripada saat ini. Pendapatan mereka,
yang sedikit lebih tinggi di atas pendapatan minimum, akan terpuruk lebih
rendah lagi.
Bangladesh bukan satu-satunya negara yang menderita karena
pemanasan global. Berdasarkan prediksi yang dapat dipercaya, Kepulauan
Maladewa, negara kecil dengan 1.200 pulau di Samudra Hindia dengan jumlah
penduduk 330.000 jiwa—sebuah surga tropis—akan tenggelam total pada waktu
kurang dari lima puluh tahun. Bersama dengan banyak pulau yang lebih rendah
yang berada di Laut Pasifik dan di mana pun, mereka akan hilang—Atlantis pada
abad ke-21.
Bangladesh dan Kepulauan Maladewa menghadapi nasib yang jauh
lebih buruk daripada perang. Sebuah kekuatan di luar kontrol mereka, yang
digerakkan oleh tindakan orang lain yang berakibat polusi—tindakan yang tidak
bermaksud membahayakan orang lain, tetapi efeknya global dan
berbahaya—mengancam keberadaan mereka.
Sementara konsensus ilmiah tentang pemanasan global mulai
timbul, tetap ada beberapa ketidakpastian. Hal ini mungkin tidak akan seburuk
ramalan-ramalan yang mengerikan. Tapi di lain pihak, mungkin saja yang terjadi
justru jauh lebih buruk. Tidak berbeda dengan kehidupan, kita selalu harus
membuat keputusan berdasarkan informasi yang tidak sempurna. Jika lima puluh
atau tujuh puluh tahun dari sekarang, kutub es mencair dan sebagian New York
dan London berada di bawah air, bersama dengan beberapa negara kepulauan, maka
sudah terlambat untuk mengubahnya. Bahkan jika kita dengan segera mengurangi
emisi gas kita, konsentrasi atmosfer atau gas-gas efek rumah kaca hanya akan
berkurang sangat perlahan. Hal ini adalah alasan mengapa kita perlu mulai
merencanakan dan bertindak segera: akan jauh lebih balk untuk merencanakan
skenario terburuk daripada menunggu dan akhirnya sadar bahwa kita ternyata
tidak cukup berjuang mencegahnya.
Selagi kita memikirkan usaha, metode, tips apa yang dunia dapat
mengumpulkan segenap kekuatan dan sumber daya untuk mengatasi ancaman pemanasan
global, kita seharusnya tahu bahwa mobilisasi seperti ini telah dilakukan
sebelumnya. Pada 1946, dalam menghadapi kelangkaan ikan paus, The International
Convention for the Regulation of Whaling ditandatangani. Kesepakatan dibuat,
tanpa menghiraukan protes, dan jumlah populasi ikan paus kembali normal.
Kesepakatan lain tentang gas chloro/luorocarbon (CFCs) yang biasanya digunakan
untuk pendingin lemari es dan air-conditioner—yang diketahui merusak lapisan
ozon dan menyebabkan kanker—meningkatkan radiasi ultraviolet untuk memasuki
atmosfer. Reaksi komunitas internasional bergerak cepat. Membutuhkan waktu satu
dekade antara penemuan masalah dan penandatanganan kesepakatan pada 1987,
Montreal Protocol. Konvensi berlangsung sukses dan pemusnahan CFCs berlangsung
lebih cepat daripada yang diperkirakan.
Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa komunitas internasional pada
masa lalu telah dapat menanggapi bahaya lingkungan hidup global. Dapatkah
mereka menanggapi tantangan besar yang dihasilkan oleh pemanasan global?
Perubahan Iklim Global
Pengertian perubahan iklim global pada prinsipnya adalah naiknya
gas-gas karbondioksida, gas metan, dan gas-gas lain pada beberapa dekade ini.
Gas-gas tersebut secara normal, yang berada dalam jumlah kecil di atmosfer,
dapat meneruskan cahaya matahari sehingga menghangatkan permukaan bumi. Namun,
gas-gas tersebut beserta uap air menahan pantulan energi panas dari bumi
sehingga memperlambat pengeluaran panas bumi ke angkasa.
Gas-gas ini dikenal dengan sebutan gas-gas rumah kaca karena
mereka berfungsi seperti kaca yang meneruskan cahaya matahari, tetapi menangkap
energi panas dari dalamnya. Semakin tebal konsentrasi gasnya, semakin banyak
panas bumi yang tertahan di permukaan sehingga meningkatkan suhu udara yang
dekat dengan permukaan bumi. Efek rumah kaca sangat penting dalam memelihara
kehidupan, tanpa adanya efek ini maka suhu permukaan bumi akan turun drastis.
Efek rumah kaca sebenarnya dibutuhkan dalam kehidupan di bumi.
Tanpa efek rumah kaca, maka suhu di muka bumi akan turun drastis. Namun, kini
para ilmuwan percaya bahwa akibat kegiatan manusia konsentrasi gas-gas rumah
kaca telah bertambah banyak, sehingga sudah mempengaruhi iklim di bumi.
Perubahan iklim global diartikan sebagai serangkaian ciri-ciri iklim yang
sedang berubah saat ini, termasuk pola-pola curah hujan dan angin, dan
perubahan ini akan torus berlanjut di masa depan. Secara global konsenterasi
karbon dioksida (CO,), metan, dan gas- gas lainnya terus meningkat, terutama
akibat penggunaan bahan bakar fosil batu bara, minyak, dan gas alam. Pembalakan
hutan untuk dijadikan lahan pertanian dan penggunaan kayu bakar untuk
penghangat dan memasak, khususnya di daerah tropika, juga punya andil terhadap
kenaikan konsentrasi CO,. Walaupun komitmen internasional sebagaimana
disepakati oleh sebagian besar negara dalam konferensi Kyoto 1997 mengenai
perubahan iklim untuk mengurangi produksi CO, akan segera dilaksanakan, hanya
ada sedikit pengurangan kadar karbon dioksida di atmosfer yang terjadi saat
ini. Sebabnya, setiap molekul CO, yang ada di atmosfer akan ditahan rata-rata
100 tahun oleh atmosfer tersebut, sebelum dapat diserap/dinetralisir oleh
tumbuhan dan berbagai proses biogeokimia. Dengan demikian, kadar karbon
dioksida di udara akan terus meningkat, paling tidak dalam jangka pendek ini.
Salah satu negara penyumbang terbesar dalam percepatan efek
rumah kaca adalah Amerika Serikat disusul oleh Cina dan Indonesia. Negara
Indonesia menjadi penyumbang ketiga terbesar karena kontribusinya terhadap
“deforestasi” seperti pembalakan hutan dan kebakaran hutannya. Tercatat hingga
tahun ini lebih dari 3.000 hot spot di hutan yang ada di Indonesia. Beberapa
negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, bahkan mengajukan protes secara
resmi akibat pembakaran hutan yang menimbulkan polusi asap di negara tersebut.
Saat ini, para ahli percaya bahwa kenaikan kadar gas-gas rumah kaca telah
mempengaruhi ekosistem dan iklim dunia, dan tampaknya efek tersebut akan terns
meningkat pada masa yang akan datang. Berdasarkan bukti-bukti yang ada
diperoleh kesimpulan bahwa suhu permukaan global telah meningkat sebesar 0,6°C
dalam satu abad terakhir, dan suhu air laut juga meningkat rata-rata sebesar
0,06″ C selama lebih dari 50 tahun terakhir.
Para ahli klimatologi tampaknya sepakat bahwa akibat peningkatan
kadar CO, dan gas-gas lainnya, suhu bumi akan meningkat terus. Peningkatan itu
akan bertambah besar jika kadar karbon diokdisa meningkat lebih cepat daripada
yang diperhitungkan selama Mi. Sebaliknya, laju peningkatan suhu dapat juga
berkurang, jika semua negara mengurangi emisi gas-gas rumah kaca dalam waktu
dekat. Peningkatan suhu paling tinggi terjadi di daerah garis lintang tinggi
dan benua yang luas. Secara global, curah hujan akan meningkat, tetapi
perubahan-perubahan curah hujan akan bervariasi, tergantung wilayah. Mungkin
ada beberapa wilayah yang mengalami penurunan curah hujan. Juga mungkin akan
terjadi peningkatan cuaca yang ekstrem seperti angin topan, banjir, dan
kekeringan tingkat wilayah yang terkait dengan pemanasan global ini. Perubahan
iklim global mengakibatkan iklim di utara dan selatan zona iklim sedang akan
bergeser ke arah kutub. Diperkirakan lebih dari 10% tumbuhan di banyak daerah
di Amerika Serikat tidak dapat bertahan hidup terhadap kondisi iklim baru yang
lebih hangat. Jika mereka tak dapat bermigrasi ke lokasi baru, maka mereka akan
punah. Fragmentasi habitat akibat kegiatan manusia dapat memperlambat atau
mencegah berbagai spesies untuk bermigrasi ke daerah baru, yang habitatnya
lebih cocok. Tidak diragukan lagi bahwa banyak spesies yang terbatas
distribusinya dan/ atau kemampuan menyebarnya rendah akan punah; sementara
spesies yang luas penyebarannya dan mudah berpindah akan dapat menyesuaikan di
komunitas baru. Jika spesies dominan tidak dapat beradaptasi dengan perubahan
kondisi, seluruh komunitas biologi dapat berubah atau menurun.
Sejak pemerintah dan publik menyadari implikasi perubahan iklim
terhadap kesejahteraan manusia dan lingkungan, lahirlah gerakan kuat untuk mengurangi
pengeluaran karbon dioksida dan gas-gas rumah kaca. Kesepakatan utama yang
mengatur masalah ini adalah Protokol Kyoto 1997, yang disepakati oleh
negaranegara anggota untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Sayang sekali,
Amerika Serikat, tidak sepakat dengan ketentuan-ketentuan dalam kesepakatan
itu. Tahun ini akan ada pertemuan lanjutan di Indonesia yang direncanakan di
Bali yang akan mengagendakan tentang pemanasan global. Salah satu isu yang
hangat saat ini dan banyak dijadikan ajang bisnis oleh para broker adalah
penjualan karbon (carbon sink). Mereka memanfaatkan konvensi yang digagas PBB
kepada negara-negara maju yang berkontribusi terhadap peningkatan global
warming untuk membeli karbon dari negara-negara berkembang
yang memiliki hutan tropis. Bahkan di Jepang, sebagaian kelompok orang sudah
melakukan konpensasi dari aktivitas kesehariannya (seperti emisi dari kendaraan
roda empat dan pesawat) terhadap pengrusakan karbon dengan membeli
tanaman/tumbuhan secara berkelompok dan menanamnya di daerah-daerah hutan
tropis.
Sayangnya, selama 100 tahun terakhir ini, tingkat gas-gas
tersebut semakin meningkat tajam. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan
penggunaan sumber energi fosil seperti minyak bumi, batubara, dan gas alam.
Adanya penggundulan dan pembakaran hutan untuk tanah pertanian menjadi penyebab
berikutnya. Apabila suhu ini berubah di kawasan laut yang luas seperti di
kawasan Pasifik, akibatnya akan terlihat di kawasan-kawasan sekitarnya seperti
di Asia Tenggara, Pasifik, dan sampai Amerika Selatan.
Perubahan iklim global dan kenaikan konsentrasi karbondioksida
di atmosfer mempunyai kemampuan untuk secara radikal mengubah komunitas biologi
dengan cara menyaring jenis-jenis yang dapat menyesuaikan diri terhadap keadaan
yang baru. Telah ada bukti-bukti yang memperlihatkan bahwa proses perubahan ini
tengah berlangsung. Oleh karena itu, perubahan iklim global dapat mempengaruhi
keadaan alam secara keseluruhan, komunitas biologi, fungsi ekosistem, dan
iklim, harus selalu dimonitor. Walaupun demikian, jangan sampai kekhawatiran
mengenai perubahan iklim dapat menarik perhatian kita terhadap masalah
perusakan habitat yang merupakan penyebab utama kepunahan jenis.
Penggundulan dan pembakaran hutan untuk tanah pertanian dan
penggunaan kayu bakar untuk konsumsi rumah tangga juga memberikan sumbangan
bagi kenaikan konsentrasi karbondioksida. Konsentrasi karbondioksida di
atmosfer telah naik dari 290 ppm menjadi 350 ppm selama 100 tahun terakhir ini,
dan diperkirakan akan mencapai 400-550 ppm pada tahun 2030.
Walaupun telah dilakukan usaha besar-besaran untuk menurunkan
produksi karbondioksida, konsentrasi di atmosfer hanya akan berkurang sedikit
sekali, karena molekul karbondioksida bertahan selama 100 tahun di udara
sebelum akhirnya diambil oleh tumbuhan atau dihilangkan oleh proses geokimia.
Dengan demikian, kadar karbondioksida di udara akan semakin meningkat sejalan
dengan adanya kebakaran yang sangat besar dan pertambahan kendaraan bermotor di
seluruh dunia.
Para ahli menganggap, kenaikan tingkat gas rumah kaca telah
menyebabkan perubahan iklim dunia. Mau tidak mau efek ini akan terus meningkat
pada masa yang akan datang. Jones dan Wingley, pada tahun 1990, membuktikan
bahwa suhu bumi telah meningkat sebesar 0,5° C selama abad kedua puluh. Semakin
banyak ahli meteorologi sepakat bahwa suhu bumi akan meningkat sebesar 2″-6°C
selama abad kedua puluh, satu sebagai akibat naiknya kadar karbondioksida dan
gas-gas lain di atmosfer. Dan kemungkinan besar, kebanyakan jenis biota tidak
dapat menyesuaikan diri dengan cepat terhadap perubahan suhu bumi yang
diakibatkan oleh kegiatan manusia. Kecepatan perubahan suhu bumi tersebut
terjadi lebih cepat dari perubahan yang disebabkan oleh alam pada waktu
kebudayaan manusia belum berkembang.
Walaupun perubahan iklim global secara terperinci masih
diperdebatkan oleh para ahli, efek kenaikan suhu terhadap komunitas biologi
tidak diragukan lagi. Misalnya, zona iklim pada daerah beriklim sedang di
belahan bumi utara dan selatan akan berpindah ke kutub utara dan selatan.
0 komentar:
Posting Komentar